Tuesday, December 13, 2016

LARANGAN MERAYAKAN TAHUN BARU BAGI UMAT MUSLIM

Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir.

Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM, sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari  penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Caesar Augustus, menjadi bulan Agustus.

Saat ini tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristen. Namun kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur nasional untuk semua warga dunia.

Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari. Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.

Perayaan Tahun Baru Masehi Menurut Islam
Allah berfirman, “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS Al-Furqan 25:72)
Alam ayat tersebut terdapat kata “perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah). Menurut Ulama Tafsir Ibn Kasir, maksud kata tersebut adalah perayaan-perayaan orang kafir. Jelas dari ayat ini Allah melarang kaum muslim menghadiri perayaan kaum musyrikin.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR Ahmad dan Abu Daud)
Dari hadist tersebut sudah jelas kita sebagai umat islam diperintahkan untuk tidak mengikuti kebiasaan orang kafir seperti perayaan Tahun Baru Masehi. Lebih baik isi dengan amalan-amalan shaleh agar kita semua menjadi orang yang beruntung.
Sejak dulu Rasulullah SAW psudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang persia, Yahudi, Romawi dan Nasrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian ataupun berhari raya.
Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang bertanya kepada Rasulullah, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?”. Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi.” (HR Abu Hurairah)
Dalam hadist lain Rasulullah bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh liku-liku), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah , apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?”  Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR Abu Said Al Khudri)
Yang dimaksud dengan sejengkal dan hasta serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh liku-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nasrani. Yaitu kaum muslimin mencontoh mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.

Bagi umat muslim, sudah sangatlah jelas untuk tidak ikut merayakan tahun baru masehi, karena dengan ikut merayakannya berarti kita telah ikut andil menyemarakkan perayaan yang biasa dilakukan kaum yahudi. Dengan demikian kita juga ikut berperan menggelapkan jejak sejaran islam. Mudah-mudahan kita semua selalu diberi petunjuk untuk tidak terpedaya oleh kebiasaan kebiaasan yang menyimpang dari islam.

__Isilah hari-hari kita untuk kegiatan ibadah__

No comments:

Post a Comment