Disuatu
kebun buah yang luas, berdiri sepasang suami istri yang tak lain adalah pemilih
kebun nan luas tersebut.
“Berat
sekali rasanya menginfakkan sebagian hasil kebun kita ini.” Kata istri kepada
suaminya.
Sang suami memandang
hasil kebun mereka. Buah-buah kurma yang besar dan segar, rasanya manis, dan
daging buahnya lembut. Madinah memang terkenal sebagai penghasil kurma terbaik.
“Aku juga
merasa begitu istriku,” sahut suami. “Hmm...bagaimana kalau kita berinfak dengan
buah-buahan yang tidak layak dijual saja?”
“wah..usul
yang bagus itu,” seru istrinya.
Ketika
sampai dirumah mereka berdua memilih buah kurma basah yang rusak, kurma jelek
yang tidak keras bijinya, serta kurma yang telah patah tandannya. Apa yang
mereka infakkan benar-benar hasil kebun yang jelek kualitasnya. Padahal, jika
diberi kurma seperti itu, mereka pasti takkan mau memakannya.
Tak lama
setelah mereka menginfakkan kurma dengan kualitas jeleknya, mereka lalu menjual
hasil kurma mereka yang baik. Hari demi hari kurma mereka tak kunjung terjual.
Segala cara mereka menawarkan kepada pembeli namun tak satupun kurma mereka
terjual.
Alhasil, setelah
lama tak kunjung terjual kurma merekapun mulai rusak, hingga kurma itupun tak
layak untuk dimakan hampir sama dengan kurma yang mereka infakkan.
Dari kisah
di atas kita dapat mengambil hikmah, bahwa segala sesuatu yang kita infakan
atau sedekahkan haruslah yang baik. Sebagaimana yang telah Allah perintahkan
kepada kita,
Allah
berfirman, “Wahai orang-orang yang
beriman! infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang
buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa
Allah maha kaya, dan maha terpuji.” (QS Al Baqarah 2:267).
No comments:
Post a Comment